Panggilan dari Gunung, Lagu Iwan Fals

panggilan dari gunung // turun ke lembah-lembah
kenapa nadamu murung // langkah kaki gelisah

matamu separuh katup // lihat kolam seperti danau
kau bawa persoalan // cerita duka melulu

Disini // menunggu
cerita // yang lain

berapa lama diam // cermin katakan bangkit
pohon-pohon terkurung // kura-kura terbius
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =




Susah untuk memaknai sebuah karya yang kemudian dipublikasikan (menjadi terkenal, sangat populer) dan mendapat interpretasi dari sedemikian banyak 'die hard fans' seorang Iwan Fals.

Iwan Fals bagi beberapa penggemarnya bukan lagi merupakan manusia biasa melainkan sudah 'lebih tinggi dari sekedar setengah dewa'. Interpretasi terhadap Iwan Fals tersebut juga tak terlepas dari karyanya yang berjudul 'Manusia Setengah Dewa'.

Kira-kira sama dengan interpretasi Slankers yang menganggap Bimbim Cs adalah pengusung Generasi Biru yang doyan teriak-teriak, "Piss..!!" Boleh juga dipersamakan dengan interpretasi penggemar Vina Panduwinata yang memandang tante cantik berusia separuh abad itu seanggun "Burung Camar" atau dengan Mulan Jameela sebagai "Makhluk Tuhan Paling Sexy".

Lagu "Panggilan dari Gunung" kusukai karena aku doyan naik gunung. Sebelum ada upaya penyelaman yang komprehensif dan kontemplatif terhadap lagu tersebut, aku kadung suka karena sekedar ada kata 'gunung'-nya yang secara otomatis membuat seorang 'pendaki gunung' macam aku waktu itu menganggap sebagai sebuah legitimasi dari seorang idola terkait hobi pribadi. Simpel kan, hi hi hi..

Lagi kongkow di kampus, teriak-teriak ambil gitar dan jimbe bahwa ada "Panggilan dari Gunung", maka dengan sigap kami-kami yang memang 'gila gunung' langsung berangkat merambah base-camp yang dimaui.

Kemudian, jika diperhatikan sedikit lebih cermat, boleh jadi 'Panggilan dari Gunung' di lagu tersebut bukan berarti 'gunung' secara denotatif. Karena, dua bait pertama di lagu tersebut tegas berfungsi sebagai sampiran sehingga (jika mengacu kepada sistem pemaknaan pantun-pantun klasik) makna sesungguhnya ada pada baik ketiga dan keempat, yakni; kenapa nadamu murung // langkah kaki gelisah. Artinya, 'Gunung' hanya sekedar penyama rima untuk 'Murung', sementara 'Lembah' berfungsi bagi 'Gelisah'.

Ha ha ha.., sama sekali nggak ada kaitan dengan kongkow di kampus trus mengepak carrier dan mantap naik montor meluncur ke Kinahrejo (basecamp pendakian Gunung Merapi, Jogja, pen) kan..

Artinya, jika aku dulu naik gunung gara-gara lagu itu, maka bolehlah dianggap tertipu mentah-mentah oleh olah bait Iwan Fals yang "Murung" dan 'Gelisah" tadi. Tapi tak apalah, yang penting naik gunungku waktu itu sangat menyenangkan.

Kalau boleh mengulik lebih jauh, "mata separuh katup" nampaknya menunjukkan bahwa saat lagu ini ditulis, Iwan masih doyan ngganja. Kalau lagi high mariyuana kan mata jadi bentet alias separuh katup.

Dan ini interpretasi pribadiku, lagu ini berisi upaya penyadaran alias redemption bagi seseorang untuk bangkit berjuang dan jangan menyusah-nyusahkan diri dengan menganggap semua masalah adalah hal yang maha besar sebesar 'danau' padahal hanya sedangkal 'kolam'.

Penggunaan unsur-unsur lingkungan juga menunjukkan dengan tegas bahwa Iwan sangat concern dengan isu-isu lingkungan hidup. Boleh jadi masalah itu yang sedang dipikirkannya saat menulis lagu tersebut.

Satu hal yang paling pasti, unsur-unsur tersebut yang membuat aku sangat suka dengan lagu-lagu Iwan Fals. Trims..

*) pernah kuposting di milis iwan_fals@yahoogroup.com

Tidak ada komentar: