Teks Asli Sumpah Pemuda

Teks Asli Sumpah Pemuda

POETOESAN CONGRES PEMOEDA-PEMOEDA INDONESIA

Kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia jang diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan, dengan namanja: Jong Java, Jong Sumatranen Bond (Pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen Pasoendan, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia;

  • membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 October tahoen 1928 dinegeri Djakarta;
  • sesoedahnja mendengar pidato-pidato dan pembitjaraan jang diadakan dalam kerapatan tadi;
  • sesoedahnja menimbang segala isi pidato-pidato dan pembitjaraan ini;
  • kerapatan laloe mengambil poetoesan:

PERTAMA.

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH-DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.

KEDOEA.

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.

KETIGA.

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.

Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia;

mengeloearkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatoeannja:

  • kemaoean
  • sejarah
  • bahasa
  • hoekoem-adat
  • pendidikan dan kepandoean;

dan mengeloearkan pengharapan soepaja poetoesan ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibatjakan dimoeka rapat perkoempoelan-perkoempoelan kita.

"terjemahan"dalam Bahasa Indonesia dialek kekinian


PUTUSAN KONGRES PEMUDA-PEMUDA INDONESIA

Kerapatan Pemuda-Pemuda Indonesia yang diadakan oleh perkumpulan-perkumpulan pemuda Indonesia yang berdasarkan kebangsaan, dengan namanya: Jong Java, Jong Sumatranen Bond (Pemuda Sumatera), Pemuda Indonesia, Sekar Rukun Pasundan, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia;

  • membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober tahun 1928 di negeri Jakarta;
  • sesudahnya mendengar pidato-pidato dan pembicaraan yang diadakan dalam kerapatan tadi;
  • sesudahnya menimbang segala isi pidato-pidato dan pembicaraan ini;
  • kerapatan lalu mengambil putusan:

PERTAMA.

KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENGAKU BERTUMPAH-DARAH YANG SATU, TANAH INDONESIA.

KEDUA.

KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENGAKU BERBANGSA YANG SATU, BANGSA INDONESIA.

KETIGA.

KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.

Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan azas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan-perkumpulan kebangsaan Indonesia;

mengeluarkan keyakinan persatuan Indonesia diperkuat dengan memperhatikan dasar persatuannya:

  • kemauan
  • sejarah
  • bahasa
  • hukum-adat
  • pendidikan dan kepanduan;

dan mengeluarkan pengharapan supaya putusan ini disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan kita.

Belakang Telingaku


Aku mengenal hidup seperti aku mengenal belakang telingaku. Tahu persis itu ada, tetapi kerap terlupakan dan tak terlihat

Kepercayaan diri kerap jadi penunjuk jalan, tak selalu benar memang, tapi siapa sih yang jalannya selalu benar?

Bahkan ada kalanya benar-benar seperti orang buta. Hanya karena aku punya sedikit bakat nekad dan gila saja berlari masih tanpa peduli

Kaki terantuk sedikit berdarah, bahkan mungkin patah kaki, aku percaya sering sembuh sendiri selama jalan masih terus dilakukan. Belum sanggup berlari, kurangi kecepatan.

Hasil adalah misteri sementara proses adalah sebuah kenikmatan saat dijalani penuh dengan dinamika dan peluang. Lagian siapa pula yang selalu berhasil. Yang pasti semua orang harus berproses. Hasil bukan urusan kita nampaknya.

Aku yakin seyakin-yakinnya seperti keberadaan belakang telingaku. Hidup ini kukenal seperti aku berlari menyusurinya. Gelap-buta, terantuk bahkan patah kaki. Dan saat belum sanggup berlari, untuk sementara tak papalah kurangi kecepatan.

Semoga hari ini aku sedang diingatkan. Aku punya belakang telinga.

Bandarlampung, Februari 2009

Sinopsis Warkop-LPG; Matei, Lu Lagi-Lu Lagi

Warkop-LPG; Matei, Lu Lagi-Lu Lagi


INI BARU RENCANA SINOPSISNYA

Judul: Warkop-LPG; Matei, Lu Lagi-Lu Lagi

Film ini dibuat untuk memperingati setahun Komunitas Stand-up Comedy Indonesia di Lampung

TOKOH UTAMA –

Sulaiman Jupri Tiangnegara alias Leman 
Pachroedin Zakaria Pulung alias Pardin ZP
Sugiono alias Giyon

Merekalah WARKOP-LPG

Kisah ini adalah sebuah penghormatan –indeed a tribute- kepada Warkop-DKI yang menginspirasi banyak seniman Indonesia untuk berkarya. Semuanya kami mintakan kesediaan untuk TERIAKKAN WOOY, lucu nggak lucu, salam kembali!

Syahdan tiga meranai jak tiyuh berangkat ke Tanjungkarang karena bercita-cita menjadi mahasiswa. Cita-citanya jadi MAHASISWA! Sebagai perwakilan lulusan sekolahnya masing-masing, mereka mendapat beasiswa pemda untuk bersekolah di INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA di Lampung.

Leman adalah anak bungsu nelayan asal Palas, sebelah sana jauh Kalianda. Sementara Pardin ayahnya seorang polisi di Punggur, sedikit luar Kota Metro. Nah, Giyon adalah harapan keluarga. Anak tunggal pekebun kopi ini berangkat jauh dari Pulau Panggung, Tanggamus.

Masing-masing mereka; Leman, Pardin dan Giyon berangkat dari tiyuh-nya berkenalan di Stasiun Tanjungkarang dan menjadi sahabat karena kesukaannya ngupei di kedai sembari berbincang bagak. Warung Kopi menjadi awal petualangan Leman-Pardin-Giyon merenda mimpi. Bejuluk-lah jadi WARKOP-LPG.

Petualangan tiga-sekawan ini jelas akan dimulai dari menghormat kepada Patung Radin Inten II pinggir jalan dekat Terminal Ramayana. Keluar dari stasiun dan terminal, ketiganya akan mendongakkan dagu, menempelkan tangan di jidat khidmad menghormat. “Ini dia Pahlawan Lampung.. Saibatin!”

Giyon yang kebetulan Jawa tidak tulen adalah pusat sasaran bully sahabat-sahabatnya. Leman tentu saja istimewa. Berasal dari kampung nelayan, dia bersikeras mengaku-ngaku tidak bisa berenang. Sementara Pardin yang nyaris Lampung asli tentu saja berharga diri tinggi, piil pesenggiri adalah jalan hidupnya harga mati.

Galibnya anak-anak rantau, mereka kemudian tinggal di kos-kosan. Ibu Kos tambun bergaya nyonya jaman Belanda dengan suami kerempeng ceking penuh pikiran licik nan lugu. Tak tertinggal seorang pembantu rumah tangga. Walaupun ndeso serta pendiam, pastinya seksi juga bohai, namanya pun memikat, Gladys Aja.

Sebagai mahasiswa hidup mereka tentu penuh dengan kisah cinta. Selain Gladys yang tentu saja mewarnai hari, mahasiswi bule Finlandia yang satu kampus menjadi incaran dan impian ketiga meranai normal tersebut. Alicia –mereka mula menyangka namanya Ali Siapa?- tentu saja akan menciptakan gejolak hormon berlebih yang mereka punya membuncah-buncah. Ibarat kelinci-kelinci jantan birahi dengan satu betina sekandang, pacak dan dandan serta tentu saja gombal berbusa-busa.

Cerita akan dibangun dalam format sketsa per sketsa yang menceritakan kisah bagaimana mahasiswa asal kampung berusaha eksis di metropolitan seperti Bandarlampung. Kampus, Enggal Saburai, Mal juga tentu saja pusat hiburan rakyat mengisi hari-hari merenda kenangan menunggu uang bulanan.

Persoalan bukan hanya soal indekos semata, pembantu seksi rupanya bisa bunting! Walaupun sedikit tengil dan jahil, bunting-membuntingi bukanlah cita-cita mereka saat berangkat dari kampung dulu. Siapa yang burungnya bekerja? Penggemar berat Warkop-DKI mesti mengetahui.

Adegan penutup yang sangat signature Warkop-DKI akan diadaptasi dengan aroma Lampung. Alih-alih Pantai Pasir Putih, suasana hiburan komprehensif di Taman Wisata Lembah Hijau akan mewarnai cerita. Endingnya, Warkop-LPG dalam balutan busana wanita jejadian kuyup dijebur karena dikejar-kejar Polisi Pamong Praja tapi semuanya masih tertawa. Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang!

Demikian kisah Warkop-LPG ini dibuat. Teriakkan woooyyyyyy..!!

*) NB - mohon masukannya warei. Belon final nih ceritanya ...!!!

New-born Argahaya

Bandel yang Lucu dan Menggemaskan

Argahaya Nakal.. Lucu Banget

Ngacak-ngacak laci.. pasang wajah tanpa dosa yang menggemaskan.. aih.. lucunya anakku..

Pidato Bung Tomo

Berikut Pidato Bung Tomo pada Peristiwa 10 November 1945
Bismillahirrahmanir rahim…

Merdeka!!!

Saoedara-saoedara ra'jat djelata di seloeroeh Indonesia,
teroetama, saoedara-saoedara pendoedoek kota Soerabaja
Kita semoeanja telah mengetahoei bahwa hari ini tentara Inggris telah menjebarkan pamflet-pamflet jang memberikan soeatoe antjaman kepada kita semoea.

Kita diwadjibkan oentoek dalam waktoe jang mereka tentoekan, menjerahkan sendjata-sendjata jang kita reboet dari tentara djepang.
Mereka telah minta supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaja kita semoea datang kepada mereka itoe dengan membawa bendera poetih tanda menjerah kepada mereka.

Saoedara-saoedara,
didalam pertempoeran- pertempoeran jang lampaoe, kita sekalian telah menundjukkan bahwa
ra'jat Indonesia di Soerabaja
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Maloekoe,
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Soelawesi,
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Poelaoe Bali,
pemoeda-pemoeda jang berasal dari Kalimantan,
pemoeda-pemoeda dari seloeroeh Soematera,
pemoeda Atjeh, pemoeda Tapanoeli & seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini,
didalam pasoekan-pasoekan mereka masing-masing dengan pasoekan-pasoekan ra'jat jang dibentuk di kampoeng-kampoeng,
telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa didjebol,
telah menoenjoekkan satoe kekoeatan sehingga mereka itoe terdjepit di mana-mana

Hanja karena taktik jang litjik daripada mereka itoe, saoedara-saoedara
Dengan mendatangkan presiden & pemimpin-pemimpin lainnja ke Soerabaja ini, maka kita toendoek oentoek menghentikan pertempoeran.
Tetapi pada masa itoe mereka telah memperkoeat diri, dan setelah koeat sekarang inilah keadaannja.

Saoedara-saoedara, kita semuanja, kita bangsa Indonesia jang ada di Soerabaja ini akan menerima tantangan tentara Inggris ini.
Dan kalaoe pimpinan tentara Inggris jang ada di Soerabaja ingin mendengarkan djawaban ra'jat Indonesia, ingin mendengarkan djawaban seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini

Dengarkanlah ini hai tentara Inggris,
ini djawaban ra'jat Soerabaja
ini djawaban pemoeda Indonesia kepada kaoe sekalian

Hai tentara Inggris!,
kaoe menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera poetih takloek kepadamoe,
menjuruh kita mengangkat tangan datang kepadamoe,
kaoe menjoeroeh kita membawa sendjata-sendjata jang kita rampas dari djepang oentoek diserahkan kepadamoe
Toentoetan itoe walaoepoen kita tahoe bahwa kaoe sekalian akan mengantjam kita oentoek menggempoer kita dengan seloeroeh kekoeatan jang ada,
Tetapi inilah djawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih,
maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!

Saoedara-saoedara ra'jat Soerabaja,
siaplah keadaan genting
tetapi saja peringatkan sekali lagi, djangan moelai menembak,
baroe kalaoe kita ditembak, maka kita akan ganti menjerang mereka itu.
Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.

Dan oentoek kita, saoedara-saoedara, lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.
Sembojan kita tetap: MERDEKA atau MATI.

Dan kita jakin, saoedara-saoedara,
pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh ke tangan kita
sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar
pertjajalah saoedara-saoedara,

Toehan akan melindungi kita sekalian

Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…!
MERDEKA!!!

Pesawat Tempur Tripanca

Pesawat Tempur Tripanca

Mainan Bayi yang Murah Meriah

Aku dan Istriku bukanlah pasangan yang terlalu royal menghabiskan uang untuk mainan anak.

Anak kami, Argahaya, cukup mengerti kondisi keuangan orangtuanya yang walaupun jarang sekali kekurangan, tetapi bukan berarti suka berlebih-lebihan dalam berbelanja..

Mainan Arga yang kali ini cukup menyenangkan juga, baik untuk Arga pun untuk Ayah-Ibunya..

Kami persembahkan.., Pesawat Tempur punya Argahaya.., mereknya Tripanca..




He he he.. trims untuk Om Iwan Fals dan Om Lay Tripanca atas fasilitas yang bisa membuat anak kami riang tertawa..

Semoga terhibur dan menginspirasi.. hi hi hi..

Panggilan dari Gunung, Lagu Iwan Fals

panggilan dari gunung // turun ke lembah-lembah
kenapa nadamu murung // langkah kaki gelisah

matamu separuh katup // lihat kolam seperti danau
kau bawa persoalan // cerita duka melulu

Disini // menunggu
cerita // yang lain

berapa lama diam // cermin katakan bangkit
pohon-pohon terkurung // kura-kura terbius
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =




Susah untuk memaknai sebuah karya yang kemudian dipublikasikan (menjadi terkenal, sangat populer) dan mendapat interpretasi dari sedemikian banyak 'die hard fans' seorang Iwan Fals.

Iwan Fals bagi beberapa penggemarnya bukan lagi merupakan manusia biasa melainkan sudah 'lebih tinggi dari sekedar setengah dewa'. Interpretasi terhadap Iwan Fals tersebut juga tak terlepas dari karyanya yang berjudul 'Manusia Setengah Dewa'.

Kira-kira sama dengan interpretasi Slankers yang menganggap Bimbim Cs adalah pengusung Generasi Biru yang doyan teriak-teriak, "Piss..!!" Boleh juga dipersamakan dengan interpretasi penggemar Vina Panduwinata yang memandang tante cantik berusia separuh abad itu seanggun "Burung Camar" atau dengan Mulan Jameela sebagai "Makhluk Tuhan Paling Sexy".

Lagu "Panggilan dari Gunung" kusukai karena aku doyan naik gunung. Sebelum ada upaya penyelaman yang komprehensif dan kontemplatif terhadap lagu tersebut, aku kadung suka karena sekedar ada kata 'gunung'-nya yang secara otomatis membuat seorang 'pendaki gunung' macam aku waktu itu menganggap sebagai sebuah legitimasi dari seorang idola terkait hobi pribadi. Simpel kan, hi hi hi..

Lagi kongkow di kampus, teriak-teriak ambil gitar dan jimbe bahwa ada "Panggilan dari Gunung", maka dengan sigap kami-kami yang memang 'gila gunung' langsung berangkat merambah base-camp yang dimaui.

Kemudian, jika diperhatikan sedikit lebih cermat, boleh jadi 'Panggilan dari Gunung' di lagu tersebut bukan berarti 'gunung' secara denotatif. Karena, dua bait pertama di lagu tersebut tegas berfungsi sebagai sampiran sehingga (jika mengacu kepada sistem pemaknaan pantun-pantun klasik) makna sesungguhnya ada pada baik ketiga dan keempat, yakni; kenapa nadamu murung // langkah kaki gelisah. Artinya, 'Gunung' hanya sekedar penyama rima untuk 'Murung', sementara 'Lembah' berfungsi bagi 'Gelisah'.

Ha ha ha.., sama sekali nggak ada kaitan dengan kongkow di kampus trus mengepak carrier dan mantap naik montor meluncur ke Kinahrejo (basecamp pendakian Gunung Merapi, Jogja, pen) kan..

Artinya, jika aku dulu naik gunung gara-gara lagu itu, maka bolehlah dianggap tertipu mentah-mentah oleh olah bait Iwan Fals yang "Murung" dan 'Gelisah" tadi. Tapi tak apalah, yang penting naik gunungku waktu itu sangat menyenangkan.

Kalau boleh mengulik lebih jauh, "mata separuh katup" nampaknya menunjukkan bahwa saat lagu ini ditulis, Iwan masih doyan ngganja. Kalau lagi high mariyuana kan mata jadi bentet alias separuh katup.

Dan ini interpretasi pribadiku, lagu ini berisi upaya penyadaran alias redemption bagi seseorang untuk bangkit berjuang dan jangan menyusah-nyusahkan diri dengan menganggap semua masalah adalah hal yang maha besar sebesar 'danau' padahal hanya sedangkal 'kolam'.

Penggunaan unsur-unsur lingkungan juga menunjukkan dengan tegas bahwa Iwan sangat concern dengan isu-isu lingkungan hidup. Boleh jadi masalah itu yang sedang dipikirkannya saat menulis lagu tersebut.

Satu hal yang paling pasti, unsur-unsur tersebut yang membuat aku sangat suka dengan lagu-lagu Iwan Fals. Trims..

*) pernah kuposting di milis iwan_fals@yahoogroup.com

Kisah Sekantong Kue

*) dikutip dari email isteriku

Kisah Sekantong Kue

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba.

Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita itu membaca buku yang baru saja dibelinya.

Dalam keasyikannya, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada di antara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam.

Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir: "Kalau aku bukan orang baik sudah kutonjok dia!“.

Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi.

Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir : “Ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar malah ia tidak kelihatan berterima kasih”. Belum pernah rasanya ia begitu kesal.

Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si "Pencuri tak tahu terima kasih".

Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget. Disitu ada kantong kuenya, di depan matanya !!! Kok milikku ada disini erangnya dengan patah hati. Jadi kue tadi adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi.

Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih. Dan dialah pencuri kue itu !

Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi.

Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri

serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.

Orang lainlah yang selalu salah
Orang lainlah yang patut disingkirkan
Orang lainlah yang tak tahu diri
Orang lainlah yang berdosa
Orang lainlah yang selalu bikin masalah
Orang lainlah yang pantas diberi pelajaran

Padahal

Kita sendiri yang mencuri kue tadi
Kita sendiri yang tidak tahu terima kasih.
Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, penilaian atau gagasan orang lain.

Sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

Argahaya Menangis dan Tertawa

manis-manis gula jawa, habis nangis, tertawa-tawa..

Argahaya Sudah Bisa Dadaaaa...



salah satu trik paling klasik bayi.. hayoo... bisa dada...

hi hi hi..

VIDEO argahaya belajar bicara


argahaya belajar mempergunakan suaranya untuk berkomunikasi dengan dunia luas..

arga-nia indrajaya

foto isteri dan anakku

Untuk 100 Tokoh HUT Lampost

Hey Lampost, Sejarah Memang tak akan Pernah Linier

Bagaimana memaknai hari ulang tahun? Menurut saya, hari yang bersejarah macam ulang tahun sejatinya harus dimaknai dengan penuh makna. Makna apa yang dimaknai? Ini yang kemudian boleh saja berbeda antara satu pengulang-tahun dengan pengulang-tahun yang lain. Lampost nampaknya memilih untuk memaknai ulang tahunnya dengan merilis buku bertajuk, “100 Tokoh Terkemuka Lampung.”

Lampost memang koran harian paling tua di Lampung. 10 Agustus 2008 kemarin sudah 34 tahun Lampost eksis. Tak pantas mendebat hal yang kuantitatif semacam 34 tahun itu. Konsekuensinya, sudah 34 tahun Lampost menorehkan warna dalam babak peradaban Lampung dan pastinya sudah banyak kontribusi yang diberikan Lampost atau apapun/siapapun yang menggunakan wahana ‘ke-Lampost-an’ atau paling tidak ber-sirempet dengan Lampost. Pokoknya Lampost sudah berkontribusi.

Dan Lampost memilih merayakan HUT-nya dengan menulis buku. Sebuah pilihan yang (terasa sangat) sederhana, tak neko-neko. Dan memang sangat-sangat pantas (kerabat kerja) Lampost menulis.

Dalam aktivitas kewartawanan, menulis adalah main event-nya. Lampost memilih melakukan sesuatu yang paling dikuasai kru-nya yakni; MENULIS..!! Walau kemudian masih dibumbui dengan segala keindahan istilah seperti pendokumentasian sejarah, merekam jejak dan segala macam istilah keren lain, tapi yang pasti, Lampost memilih untuk menulis.

Kita semua mafhum, siapapun yang ingin abadi dan tak pernah mati, maka menulis adalah hal yang harus dilakukan. Kalau kita tidak menulis, maka kita dikategorisasikan sebagai ‘Pra-sejarah’. Maka dilupakan adalah sebuah keniscayaan.

Menulis membuat kita punya peluang untuk masuk dalam ‘Sejarah’. Menciptakan momen yang ‘bersejarah’ dan yang paling mentereng tentu dianggap sebagai ‘Pelaku Sejarah’. Dan wartawan adalah seorang penulis. Jangan pernah mencoba mengaku sebagai wartawan kalau tak becus apalagi tak pernah menulis.

“Kami akui, ide penyusunan buku ini terinspirasi oleh bukunya Michael Hart yang fenomenal dan kontroversial itu,” ujar Heri Wardoyo, Ketua Tim Penulis Buku. Walau kemudian Sabam Sinaga, Wapemred Lampost, menegaskan bahwa buku ini (sebisa mungkin) hanya memaktubkan nilai-nilai protagonis saja alih-alih mengail kontroversi dengan mengulik sisi-sisi antagonis tokohnya. Simpelnya, buku Lampost ingin memberi kontribusi positif (dalam penyikapan) ketimbang ‘cari ribut’.

Kenapa pula harus ribut dan kontroversial? Rupanya memang sudah dari sono-nya, lebih mudah menuding dan meributkan ketimbang menolong dan ikut membangun. Toh, credit point dan yang hebat-hebat akan menjadi milik Lampost. Tapi Kholid Lubis, Ketua Panitia HUT, menyatakan buku ini berisi, “Tokohnya Lampung, bukan tokohnya Lampost.”

Kontroversial? Why not. Hal yang paling fitrah sekalipun pastinya masih bisa dikontroversialkan karena kita masih manusia yang punya daya pikir. “Jika dua manusia yang bisa berpikir berdiskusi mengenai satu hal, maka sedikit-dikitnya bakal ada tiga pendapat,” ujar-ujarnya.

Pasal 100 tokohnya Lampost kok belum sreg misalnya, hayo berkontroversi, berdebat dan berbeda pendapat. Kenapa misalnya Arzeti Biblina dianggap ‘Tokoh’, tapi Chelsea Olivia dianggap belum pantas ditokohkan. Kenapa pulak Aburizal Bakrie bisa masuk buku, sementara Syamsul Nursalim atawa Artalyta Suryani kok masuk dalam daftar coret. Berdebatlah dengan sepenuh hati, dengan sepenuh jiwa dan protes keras jika Anda merasa ‘Tokoh’ tapi kok Lampost alpa memasukkan nama Anda. Tak ada yang salah dengan kontroversi kan.

Jika bercermin dengan bukunya Hart, maka kontroversi adalah judul pembuka dan pencipta buku itu menjadi fenomenal. Kenapa Rasulullah SAW diletakkan di pemuncak, sementara Yesus malah ada di nomor tiga. Kontroversial kan, tapi buku tersebut sekarang jadi buku yang sangat mengayakan wawasan untuk dibaca-baca. Bahkan kerap pula dijadikan rujukan.

Begitu juga dengan 100 tokohnya Lampost. Lepas dari segala kontroversi yang (ngakunya) coba dihindari tapi pasti selalu ada kontroversi, buku tersebut nampaknya akan cukup dapat sedikit mengenyangkan dahaga atas buku bacaan tentang Lampung yang memang masih sangat-sangat sedikit saat ini.

Jika misalnya ada yang tidak puas dan kemudian menulis buku 100 tokoh versi tandingan, bukanlah sebuah hal yang haram. Sah-sah saja lah.
Nampaknya paling pas menutup tulisan ini dengan mengutip kata-katanya Heri Wardoyo, “(Tulisan) Sejarah memang tak akan pernah linier.” Karena kalau tulisan tersebut benar-benar linier, bisa langsung dipastikan bahwa itu fiksi bahkan bohong.

Ada yang mau menandingi Lampost? Untuk pasal itu, Lampost yang harus siap-siap. Pengalaman kenyang 34 tahun eksis adalah modal yang sangat berharga untuk terus menjadi pelaku sejarah. Selamat HUT ke-34 untuk Lampost.

*) tulisan ini dimuat di Harian LAMPUNG EKSPRES plus edisi 20 Agustus 2008

Analisis Pilgub Lampung 2008

Oedin-Alzier-Zulkifli Paling Berpeluang

Pagi ini, 3 September 2008, patut ditancapkan sebagai tonggak sejarah tata-pemerintahan di Lampung. Inilah kali pertama pilkada digelar secara langsung di Lampung.

Tujuh pasang sekaligus yang berpartisipasi, lima dari parpol dan dua dari mekanisme perseorangan non-parpol. Zulkifli Anwar-Akhmadi Sumaryanto (PKS, PAN), Muhajir Utomo-Andi Arief (Perseorangan), Alzier Thabranie-Bambang Sudibyo (Golkar, PKB, PPP), Oemarsono-Thomas Riska (koalisi parpol non-parlemen), Andy Achmad-Suparjo (Demokrat, PBR), Sjachroedin ZP-Joko Umar Said (PDIP) dan Sofjan Jacoeb-Bambang Waluyo Utomo (Perseorangan).

***

Rumus utama menghitung dukungan pilkada adalah figur kepala daerahnya. Figur wakil memang harus diakui bukan yang terutama karena biasanya diletakkan sebagai penegas status, penyandang penambah dana kampanye, tim kerja yang mampu mengimbangi dan mengoptimalisasi posisi kepala dan yang terutama sebagai penambal suara supaya tak rembes. Awak karo sikil katanya. ‘Kasus’ Dede Yusuf di Jawa Barat dan Rano Karno di Tangerang boleh jadi tak berimbas ke Lampung karena tak ada figur wakil yang sebegitu kuat popularitasnya jika dinadingkan aktor-aktor kawakan yang masuk ke domain politik itu.

Untuk calon kepala daerah, ketujuh kandidat punya reputasi mentereng. Praktis hanya Sofjan Jacoeb dan Muhajir yang sama sekali tak punya pengalaman matang di pentas politik praktis dan tata pemerintahan. Oedin, Andy, Oemarsono dan Zulkifli keempatnya sudah tahu persis rasanya menjadi kepala daerah. Alzier cukup istimewa karena sempat pula memenangkan kursi kepala daerah.

Meminjam istilah tinju, bicara ‘ring record’ ada beberapa calon yang sudah pernah bertarung satu ring. Alzier saat Pilgub 2002 menghempaskan Oemarsono dan Oedin pun sempat ikut di putaran penyisihan. Oedin pernah ‘satu lawan satu’ dengan Oemarsono di 2004 yang menghantarkannya ke kursi BE-1, sementara Zulkifli pernah merasakan bertarung melawan Alzier di Pilbup Lamsel 2000. Boleh juga ring record itu dijadikan alas analisis sehingga nama Oedin, Alzier dan Zulkfli ada di unggulan atas. Oemarsono harus mengalah dalam kategori ini karena setiap pertemuan ‘satu lawan satu’ mantan Gubernur Lampung yang menggembol 14 gelar adat Lampung itu pernah mengemas kekalahan baik lawan Alzier pun Oedin.

Muhajir dan Sofjan pun bukan tokoh sembarangan. Muhajir adalah Rektor Universitas Lampung dua periode dan satu-satunya kandidat yang bergelar akademis mulus tak bercacat hingga jenjang tertinggi seorang manusia menyandang gelar akademis. Sofjan pun begitu. Menjadi Kapolda di kawasan paling prestisius se-Indonesia, Polda Metro Jaya, tentu tegas menunjukkan bahwa jenderal polisi yang piawai bermacam bahasa ini bukan tokoh karbitan. Tapi, sulit untuk menakar peluangnya mulus karena keduanya tak tampak begitu berhasil mengeksploitasi isu perseorangannya di tengah degradasi popularitas parpol yang terus memburuk itu.

Kanjeng adalah calon yang paling terjal menerjang aral. Sedari pencalonannya yang digoreng kiri-kanan, sedetik usai mantan wabupnya dilantik menjadi pengganti, Andy malah dicecar masalah yang sebetulnya jauh di luar konteks domain politik dan pemerintahan, tetapi mau-tidak mau membuat dinamika riuh tersendiri di internal pendukungnya. Kanjeng yang terkenal sedemikian intim dengan komunitas Bali di Lampung, ditohok telak lewat sentimen etnisitas tersebut.

Beberapa lembaga survey memang meletakkan nama Oedin, Alzier, Zulkifli dan Andy yang memiliki peluang besar. Tapi – meminjam celetukan Ketua KPU Gultom – setiap riset dan survey yang dilakukan memiliki kecenderungan bernuansa pesanan yang kental. Tak sulit memang menakar independensi lembaga riset jika masyarakat memahami ‘oknum-oknum’ yang berada di balik layar lembaga riset dimaksud. Tak salah jika muncul anggapan bahwa lembaga survey yang beredar tak lebih dari kepanjangan tangan tim sukses yang menyaru menjadi (sok) independen.

Rumus kedua yang biasa dijadikan alas-analisis adalah faktor incumbent. Ada tiga incumbent yang beredar, Oedin di Lampung, Zulkifli di Lamsel dan Andy di Lamteng. Tapi nampaknya faktor yang satu ini juga agak buram. Proses transisi yang tak mulus untuk kursi Oedin membuat ‘mesin incumbent’ jadi agak separuh jengah untuk digunakan. Kita pasti paham mentalitas birokat kita yang sebegitu mendewakan eselonnya dan tentu aturan tegas soal netralitas PNS. Tapi faktor itu masih ada nilai pentingnya, karena di lingkaran birokrat pun nilai-nilai ‘keparpolan’ pun nyata adanya dimana jabatan sangat bergantung atas kemampuan seorang birokrat mempertunjukan potensi, kualitas dan terutama loyalitas kepada (calon) pemimpinnya. Ungkapan satir bahwa birokrat adalah ‘salah satu parpol pengusung’ pun bisa diperdebatkan untuk ditelisik kenyataannya.

Rumus berikutnya adalah kemampuan untuk menggandeng vote getter. Dua mantan Presiden RI sudah nyata-nyata turun ke lapangan untuk mendukung jagoannya. Gus Dur memilih untuk berkampanye atas nama Alzier sementara Megawati tampak pede untuk mengawal kemenangan Oedin. Di lain kubu, Tifatul dan Sutrisno Bachir eksplisit menjatuhkan dukungan kepada Zulkifli yang kemudian digongi dengan munculnya Hidayat Nurwahid yan juga lantang berkampanye.

Kalau boleh dipetakan, Mega dengan PDIP, nasionalis, marhaenis dan wong cilik-nya mendukung Oedin, Gus Dur dengan PKB, NU, kyai, santri dan kaum abangan tradisional berkampanye untuk Alzier, sementara Nurwahid yang sampai hari ini masih bercitra sebagai Presiden PKS berkampanye untuk nama Zulkifli. Serta tak lupa ada satu fenomena yang patut dicatat dengan masifnya gerakan yang digalang Imelda Alzier lewat bendera Sekarsewu yang tak lelah keliling ke pelosok kampung menggalang amal dan (yang terpenting) tak pernah terlepas dari ekspos dan publikasi yang lihai.

Rumus terakhir tentu saja daya jangkau, kecerdasan dan mulusnya mesin politik serta amunisi kampanye alias duit. Untuk yang satu ini, secara kuantitatif nama Alzier ada di posisi teratas. Tapi jangan langsung menganggap bahwa Alzier adalah yang paling menang soal duit. Faktor duit adalah faktor yang berada di ranah abu-abu. Coba tanya ke 7,4 juta penduduk Lampung soal kekayaan. Sulit untuk mendapatkan klasemen pasti siapa yang terkaya. Uang terhitung dengan uang tercitra memang dua hal yang sangat-sangat berbeda.

Contoh, walau mungkin Oedin berada satu lapis di bawah Thomas Riska misalnya, sulit untuk mencari kesepahaman bahwa Thomas lebih kaya dari Oedin. Atau bahkan antara Oedin dengan Alzier sekalipun. Kesimpulannya, semua tokoh yang berani bercita-cita menjadi kepala daerah di Lampung ini adalah orang-orang kaya semua. Established, istilahnya Alzier saat debat kandidat kemarin.

***

Dari berbagai rumus yang ada tadi, nampaknya posisi dua besar ada di nama Oedin dan Alzier. Memang bukan sebuah simpulan yang rigid, tetapi Oedin dan Alzier mampu dengan jitu mencitrakan diri sebagai pemenang di parameter-parameter tadi.

Akan halnya nama Zulkifli jangan dikesampingkan begitu saja. Gotong-royong PAN-PKS sempat terbukti di daerah lain. Selain itu, figur Zulkifli yang sangat luwes, easy going dan sangat santun dalam bersikap terhadap calon-calon lain adalah nilai plus yang sangat berpengaruh. Boleh jadi hanya Zul seorang yang sempat, mampu dan mau bermesraan dengan kesemua kompetitornya. Baik dalam kapasitasnya saat menjadi Bupati Lamsel ataupun saat sudah definitif menjadi calon gubernur. Jika teori floating mass itu berlaku di Pilgub Lampung, Zul adalah figur yang paling berpeluang besar untuk meraih keuntungan.

Dan tak lupa, dengan regulasi yang memungkinkan pilgub berlangsung dua putaran, sulit untuk mengharapkan pilgub hari ini tuntas dalam sekali coblos. 30% adalah angka yang relatif besar bagi kesemua calon. Walau peluang itu masih terbuka, tetapi dua putaran nampaknya masih yang paling logis. Berharap satu putaran memang sangat-sangat baik dan cukup ideal, tetapi dua putaran pun bukan opsi yang amat-sangat buruk. Menarik jika putaran kedua terealisasi. Komposisi siapa lawan siapa akan sangat berpengaruh karena tarung sudah sampai ke final. Hitung-hitungan baru dengan paramater dan faktor baru perlu diulas lagi.
Jadi, pagi ini kita perlu menyoblos untuk merealisasikan hitung-hitungan tadi. Tabik pun..


*) tulisan ini dimuat di Harian LAMPUNG EKSPRES plus edisi 3 September 2008

Senyum Lebar

Siapa yang Sanggup Menolak Senyum Seindah Ini..?

Puisi Baur

Biji Mataku

Dia adalah keajaiban yang nyata senyata-nyatanya
Matanya bulat besar berkilau laksana berlian
Pipinya halus lebih halus dari gumpalan awan di Hargo Dumilah sekalipun
Suaranya yang halus, mengelus kelelahan seperti angin menyapu embun
Lebat rambutnya seperti cahaya matahari
Dia biji mataku..
Andai ada tawaran tukar dengan separuh dunia-separuh surga, tampik mentah-mentah pasti langsung kuangsurkan tanpa berpikir
Dia biji mataku
Alisnya yang halus menyambung
Senyumnya seperti separuh dunia-separuh surga seharga receh dan dia segumpal emas
Dia biji mataku

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =

Sarjana

Siang itu, via telepon, dia bilang ibu itu monyet
Muntab.., ibu itu bilang dia beruk.
“Nggak sekolah kok ngaku-ngaku sarjana..!!”
Monyet dan beruk memang nyata adanya

Tapi hari ini dia sarjana, setengah haji pula..
Siapa monyet dan siapa pula beruknya?

Kalau aku, mau jadi sarjana tak kurang-kurang. Dari Pak Dekan sampai Ibu Kantin, dari Ketua BEM sampai anak angkatan teranyar kenal aku sebagai mahasiswa..
Mahasiswa bengal yang butuh sedekade untuk sekedar lulus sekedarnya
Mahasiswa goblok..? Mungkin.., he he he..

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =

Hipokrit

Aku sejatinya mencoba asing dengan makna kata itu
Menguntai senyum memang wajib hukumnya, nilainya setingkat ibadah
Tapi..,

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = = =

Sarjana (2)

Di Nuansa, kawanku bilang ada yang lima gelar walau satu masih kandidat malah sok bangga
“Tak etis,” kata dia

Kita tahu, jutaan anak bangsa ini bermimpi jadi sarjana

Satu sarjana doeloe sempat menulis, “Andai Aku Orang Belanda..”
Taman Siswa-nya jadi monumen, tapi sekolahnya di sini cuma kelas semenjana

Di tempat si kandidat itu juga dibangun sekolah megah untuk mencetak sarjana. Coba kalau aku yang jadi di sana..
Barangkali aku sendiri tidak mampu..

Menghina memang gampang, tapi kegamangan kadang memang harus dilontarkan
Kalau tidak.., diam saja? Teriak saja?

Membayangkan semua warga senegara ini jadi sarjana, boleh jadi sama absurdnya membayangkan kalau besok bisa jadi kiamat

Ah.., aku juga sarjana. Dan aku sama gobloknya dengan semua orang.

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =

Metamorfosis-kah?

Apakah aku yang berubah atau mata mereka yang mulai jèrèng?

Cinta yang kumiliki masih sama megah dengan sepuluh-lima belas tahun yang lalu
Mata ini masih berair otomatis kalau keanggunan bangsa menyemut-mengolosal di depan mata
Tak berubah sudut dada ini yang menyesak kalau menyaksikan kebodohan dan kebrutalan para pengelola

Tapi banyak dari mereka yang sok tahu dan bilang aku berubah..

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =

Uang..

Dia bilang, “Uang tak pernah netral. Uang selalu penting dan berkepentingan..”
Dia bilang, “Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang..”
Dia bilang, “Money can’t buy me love..”
Dia bilang, “Uang bikin mabuk kepayang..”

Aku tak bohong saat bilang, “Aku suka uang..!!”

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =

Ayo Berhemat

Aneh.., aku bilang aneh..
Waktu listrik defisit, bukannya pengelola bangsa ini berpikir untuk menjamin asupannya, kita diimbau berhemat
Kurang hemat apa lagi kita ini..
Tipi nggak kebeli.., VCD apalagi
Komputer kami buta kiyu, AC ampun-ampun mahalnya

Kami janji berhemat..!!
Tak pakai AC, tak mau pakai komputer

Susah dan kesusahan adalah makna negara ini semenjak dulu. Kami bangsa terjajah, entah oleh mata biru atau mata hijau

Ladalah.., aguuyy.., BBM malah naik pula..
Berhemat..? Bahhh.., loe ngelawak bos..?

Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =