Biji Mataku
Dia adalah keajaiban yang nyata senyata-nyatanya
Matanya bulat besar berkilau laksana berlian
Pipinya halus lebih halus dari gumpalan awan di Hargo Dumilah sekalipun
Suaranya yang halus, mengelus kelelahan seperti angin menyapu embun
Lebat rambutnya seperti cahaya matahari
Dia biji mataku..
Andai ada tawaran tukar dengan separuh dunia-separuh surga, tampik mentah-mentah pasti langsung kuangsurkan tanpa berpikir
Dia biji mataku
Alisnya yang halus menyambung
Senyumnya seperti separuh dunia-separuh surga seharga receh dan dia segumpal emas
Dia biji mataku
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Sarjana
Siang itu, via telepon, dia bilang ibu itu monyet
Muntab.., ibu itu bilang dia beruk.
“Nggak sekolah kok ngaku-ngaku sarjana..!!”
Monyet dan beruk memang nyata adanya
Tapi hari ini dia sarjana, setengah haji pula..
Siapa monyet dan siapa pula beruknya?
Kalau aku, mau jadi sarjana tak kurang-kurang. Dari Pak Dekan sampai Ibu Kantin, dari Ketua BEM sampai anak angkatan teranyar kenal aku sebagai mahasiswa..
Mahasiswa bengal yang butuh sedekade untuk sekedar lulus sekedarnya
Mahasiswa goblok..? Mungkin.., he he he..
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Hipokrit
Aku sejatinya mencoba asing dengan makna kata itu
Menguntai senyum memang wajib hukumnya, nilainya setingkat ibadah
Tapi..,
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = = =
Sarjana (2)
Di Nuansa, kawanku bilang ada yang lima gelar walau satu masih kandidat malah sok bangga
“Tak etis,” kata dia
Kita tahu, jutaan anak bangsa ini bermimpi jadi sarjana
Satu sarjana doeloe sempat menulis, “Andai Aku Orang Belanda..”
Taman Siswa-nya jadi monumen, tapi sekolahnya di sini cuma kelas semenjana
Di tempat si kandidat itu juga dibangun sekolah megah untuk mencetak sarjana. Coba kalau aku yang jadi di sana..
Barangkali aku sendiri tidak mampu..
Menghina memang gampang, tapi kegamangan kadang memang harus dilontarkan
Kalau tidak.., diam saja? Teriak saja?
Membayangkan semua warga senegara ini jadi sarjana, boleh jadi sama absurdnya membayangkan kalau besok bisa jadi kiamat
Ah.., aku juga sarjana. Dan aku sama gobloknya dengan semua orang.
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Metamorfosis-kah?
Apakah aku yang berubah atau mata mereka yang mulai jèrèng?
Cinta yang kumiliki masih sama megah dengan sepuluh-lima belas tahun yang lalu
Mata ini masih berair otomatis kalau keanggunan bangsa menyemut-mengolosal di depan mata
Tak berubah sudut dada ini yang menyesak kalau menyaksikan kebodohan dan kebrutalan para pengelola
Tapi banyak dari mereka yang sok tahu dan bilang aku berubah..
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Uang..
Dia bilang, “Uang tak pernah netral. Uang selalu penting dan berkepentingan..”
Dia bilang, “Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang..”
Dia bilang, “Money can’t buy me love..”
Dia bilang, “Uang bikin mabuk kepayang..”
Aku tak bohong saat bilang, “Aku suka uang..!!”
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Ayo Berhemat
Aneh.., aku bilang aneh..
Waktu listrik defisit, bukannya pengelola bangsa ini berpikir untuk menjamin asupannya, kita diimbau berhemat
Kurang hemat apa lagi kita ini..
Tipi nggak kebeli.., VCD apalagi
Komputer kami buta kiyu, AC ampun-ampun mahalnya
Kami janji berhemat..!!
Tak pakai AC, tak mau pakai komputer
Susah dan kesusahan adalah makna negara ini semenjak dulu. Kami bangsa terjajah, entah oleh mata biru atau mata hijau
Ladalah.., aguuyy.., BBM malah naik pula..
Berhemat..? Bahhh.., loe ngelawak bos..?
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =