manis-manis gula jawa, habis nangis, tertawa-tawa..
VIDEO argahaya belajar bicara
argahaya belajar mempergunakan suaranya untuk berkomunikasi dengan dunia luas..
Untuk 100 Tokoh HUT Lampost
Bagaimana memaknai hari ulang tahun? Menurut saya, hari yang bersejarah macam ulang tahun sejatinya harus dimaknai dengan penuh makna. Makna apa yang dimaknai? Ini yang kemudian boleh saja berbeda antara satu pengulang-tahun dengan pengulang-tahun yang lain. Lampost nampaknya memilih untuk memaknai ulang tahunnya dengan merilis buku bertajuk, “100 Tokoh Terkemuka Lampung.”
Lampost memang koran harian paling tua di Lampung. 10 Agustus 2008 kemarin sudah 34 tahun Lampost eksis. Tak pantas mendebat hal yang kuantitatif semacam 34 tahun itu. Konsekuensinya, sudah 34 tahun Lampost menorehkan warna dalam babak peradaban Lampung dan pastinya sudah banyak kontribusi yang diberikan Lampost atau apapun/siapapun yang menggunakan wahana ‘ke-Lampost-an’ atau paling tidak ber-sirempet dengan Lampost. Pokoknya Lampost sudah berkontribusi.
Dan Lampost memilih merayakan HUT-nya dengan menulis buku. Sebuah pilihan yang (terasa sangat) sederhana, tak neko-neko. Dan memang sangat-sangat pantas (kerabat kerja) Lampost menulis.
Dalam aktivitas kewartawanan, menulis adalah main event-nya. Lampost memilih melakukan sesuatu yang paling dikuasai kru-nya yakni; MENULIS..!! Walau kemudian masih dibumbui dengan segala keindahan istilah seperti pendokumentasian sejarah, merekam jejak dan segala macam istilah keren lain, tapi yang pasti, Lampost memilih untuk menulis.
Kita semua mafhum, siapapun yang ingin abadi dan tak pernah mati, maka menulis adalah hal yang harus dilakukan. Kalau kita tidak menulis, maka kita dikategorisasikan sebagai ‘Pra-sejarah’. Maka dilupakan adalah sebuah keniscayaan.
Menulis membuat kita punya peluang untuk masuk dalam ‘Sejarah’. Menciptakan momen yang ‘bersejarah’ dan yang paling mentereng tentu dianggap sebagai ‘Pelaku Sejarah’. Dan wartawan adalah seorang penulis. Jangan pernah mencoba mengaku sebagai wartawan kalau tak becus apalagi tak pernah menulis.
“Kami akui, ide penyusunan buku ini terinspirasi oleh bukunya Michael Hart yang fenomenal dan kontroversial itu,” ujar Heri Wardoyo, Ketua Tim Penulis Buku. Walau kemudian Sabam Sinaga, Wapemred Lampost, menegaskan bahwa buku ini (sebisa mungkin) hanya memaktubkan nilai-nilai protagonis saja alih-alih mengail kontroversi dengan mengulik sisi-sisi antagonis tokohnya. Simpelnya, buku Lampost ingin memberi kontribusi positif (dalam penyikapan) ketimbang ‘cari ribut’.
Kenapa pula harus ribut dan kontroversial? Rupanya memang sudah dari sono-nya, lebih mudah menuding dan meributkan ketimbang menolong dan ikut membangun. Toh, credit point dan yang hebat-hebat akan menjadi milik Lampost. Tapi Kholid Lubis, Ketua Panitia HUT, menyatakan buku ini berisi, “Tokohnya Lampung, bukan tokohnya Lampost.”
Kontroversial? Why not. Hal yang paling fitrah sekalipun pastinya masih bisa dikontroversialkan karena kita masih manusia yang punya daya pikir. “Jika dua manusia yang bisa berpikir berdiskusi mengenai satu hal, maka sedikit-dikitnya bakal ada tiga pendapat,” ujar-ujarnya.
Pasal 100 tokohnya Lampost kok belum sreg misalnya, hayo berkontroversi, berdebat dan berbeda pendapat. Kenapa misalnya Arzeti Biblina dianggap ‘Tokoh’, tapi Chelsea Olivia dianggap belum pantas ditokohkan. Kenapa pulak Aburizal Bakrie bisa masuk buku, sementara Syamsul Nursalim atawa Artalyta Suryani kok masuk dalam daftar coret. Berdebatlah dengan sepenuh hati, dengan sepenuh jiwa dan protes keras jika Anda merasa ‘Tokoh’ tapi kok Lampost alpa memasukkan nama Anda. Tak ada yang salah dengan kontroversi kan.
Jika bercermin dengan bukunya Hart, maka kontroversi adalah judul pembuka dan pencipta buku itu menjadi fenomenal. Kenapa Rasulullah SAW diletakkan di pemuncak, sementara Yesus malah ada di nomor tiga. Kontroversial kan, tapi buku tersebut sekarang jadi buku yang sangat mengayakan wawasan untuk dibaca-baca. Bahkan kerap pula dijadikan rujukan.
Begitu juga dengan 100 tokohnya Lampost. Lepas dari segala kontroversi yang (ngakunya) coba dihindari tapi pasti selalu ada kontroversi, buku tersebut nampaknya akan cukup dapat sedikit mengenyangkan dahaga atas buku bacaan tentang Lampung yang memang masih sangat-sangat sedikit saat ini.
Jika misalnya ada yang tidak puas dan kemudian menulis buku 100 tokoh versi tandingan, bukanlah sebuah hal yang haram. Sah-sah saja lah.
Nampaknya paling pas menutup tulisan ini dengan mengutip kata-katanya Heri Wardoyo, “(Tulisan) Sejarah memang tak akan pernah linier.” Karena kalau tulisan tersebut benar-benar linier, bisa langsung dipastikan bahwa itu fiksi bahkan bohong.
Ada yang mau menandingi Lampost? Untuk pasal itu, Lampost yang harus siap-siap. Pengalaman kenyang 34 tahun eksis adalah modal yang sangat berharga untuk terus menjadi pelaku sejarah. Selamat HUT ke-34 untuk Lampost.
*) tulisan ini dimuat di Harian LAMPUNG EKSPRES plus edisi 20 Agustus 2008
Analisis Pilgub Lampung 2008
Pagi ini, 3 September 2008, patut ditancapkan sebagai tonggak sejarah tata-pemerintahan di Lampung. Inilah kali pertama pilkada digelar secara langsung di Lampung.
Tujuh pasang sekaligus yang berpartisipasi, lima dari parpol dan dua dari mekanisme perseorangan non-parpol. Zulkifli Anwar-Akhmadi Sumaryanto (PKS, PAN), Muhajir Utomo-Andi Arief (Perseorangan), Alzier Thabranie-Bambang Sudibyo (Golkar, PKB, PPP), Oemarsono-Thomas Riska (koalisi parpol non-parlemen), Andy Achmad-Suparjo (Demokrat, PBR), Sjachroedin ZP-Joko Umar Said (PDIP) dan Sofjan Jacoeb-Bambang Waluyo Utomo (Perseorangan).
***
Rumus utama menghitung dukungan pilkada adalah figur kepala daerahnya. Figur wakil memang harus diakui bukan yang terutama karena biasanya diletakkan sebagai penegas status, penyandang penambah dana kampanye, tim kerja yang mampu mengimbangi dan mengoptimalisasi posisi kepala dan yang terutama sebagai penambal suara supaya tak rembes. Awak karo sikil katanya. ‘Kasus’ Dede Yusuf di Jawa Barat dan Rano Karno di Tangerang boleh jadi tak berimbas ke Lampung karena tak ada figur wakil yang sebegitu kuat popularitasnya jika dinadingkan aktor-aktor kawakan yang masuk ke domain politik itu.
Untuk calon kepala daerah, ketujuh kandidat punya reputasi mentereng. Praktis hanya Sofjan Jacoeb dan Muhajir yang sama sekali tak punya pengalaman matang di pentas politik praktis dan tata pemerintahan. Oedin, Andy, Oemarsono dan Zulkifli keempatnya sudah tahu persis rasanya menjadi kepala daerah. Alzier cukup istimewa karena sempat pula memenangkan kursi kepala daerah.
Meminjam istilah tinju, bicara ‘ring record’ ada beberapa calon yang sudah pernah bertarung satu ring. Alzier saat Pilgub 2002 menghempaskan Oemarsono dan Oedin pun sempat ikut di putaran penyisihan. Oedin pernah ‘satu lawan satu’ dengan Oemarsono di 2004 yang menghantarkannya ke kursi BE-1, sementara Zulkifli pernah merasakan bertarung melawan Alzier di Pilbup Lamsel 2000. Boleh juga ring record itu dijadikan alas analisis sehingga nama Oedin, Alzier dan Zulkfli ada di unggulan atas. Oemarsono harus mengalah dalam kategori ini karena setiap pertemuan ‘satu lawan satu’ mantan Gubernur Lampung yang menggembol 14 gelar adat Lampung itu pernah mengemas kekalahan baik lawan Alzier pun Oedin.
Muhajir dan Sofjan pun bukan tokoh sembarangan. Muhajir adalah Rektor Universitas Lampung dua periode dan satu-satunya kandidat yang bergelar akademis mulus tak bercacat hingga jenjang tertinggi seorang manusia menyandang gelar akademis. Sofjan pun begitu. Menjadi Kapolda di kawasan paling prestisius se-Indonesia, Polda Metro Jaya, tentu tegas menunjukkan bahwa jenderal polisi yang piawai bermacam bahasa ini bukan tokoh karbitan. Tapi, sulit untuk menakar peluangnya mulus karena keduanya tak tampak begitu berhasil mengeksploitasi isu perseorangannya di tengah degradasi popularitas parpol yang terus memburuk itu.
Kanjeng adalah calon yang paling terjal menerjang aral. Sedari pencalonannya yang digoreng kiri-kanan, sedetik usai mantan wabupnya dilantik menjadi pengganti, Andy malah dicecar masalah yang sebetulnya jauh di luar konteks domain politik dan pemerintahan, tetapi mau-tidak mau membuat dinamika riuh tersendiri di internal pendukungnya. Kanjeng yang terkenal sedemikian intim dengan komunitas Bali di Lampung, ditohok telak lewat sentimen etnisitas tersebut.
Beberapa lembaga survey memang meletakkan nama Oedin, Alzier, Zulkifli dan Andy yang memiliki peluang besar. Tapi – meminjam celetukan Ketua KPU Gultom – setiap riset dan survey yang dilakukan memiliki kecenderungan bernuansa pesanan yang kental. Tak sulit memang menakar independensi lembaga riset jika masyarakat memahami ‘oknum-oknum’ yang berada di balik layar lembaga riset dimaksud. Tak salah jika muncul anggapan bahwa lembaga survey yang beredar tak lebih dari kepanjangan tangan tim sukses yang menyaru menjadi (sok) independen.
Rumus kedua yang biasa dijadikan alas-analisis adalah faktor incumbent. Ada tiga incumbent yang beredar, Oedin di Lampung, Zulkifli di Lamsel dan Andy di Lamteng. Tapi nampaknya faktor yang satu ini juga agak buram. Proses transisi yang tak mulus untuk kursi Oedin membuat ‘mesin incumbent’ jadi agak separuh jengah untuk digunakan. Kita pasti paham mentalitas birokat kita yang sebegitu mendewakan eselonnya dan tentu aturan tegas soal netralitas PNS. Tapi faktor itu masih ada nilai pentingnya, karena di lingkaran birokrat pun nilai-nilai ‘keparpolan’ pun nyata adanya dimana jabatan sangat bergantung atas kemampuan seorang birokrat mempertunjukan potensi, kualitas dan terutama loyalitas kepada (calon) pemimpinnya. Ungkapan satir bahwa birokrat adalah ‘salah satu parpol pengusung’ pun bisa diperdebatkan untuk ditelisik kenyataannya.
Rumus berikutnya adalah kemampuan untuk menggandeng vote getter. Dua mantan Presiden RI sudah nyata-nyata turun ke lapangan untuk mendukung jagoannya. Gus Dur memilih untuk berkampanye atas nama Alzier sementara Megawati tampak pede untuk mengawal kemenangan Oedin. Di lain kubu, Tifatul dan Sutrisno Bachir eksplisit menjatuhkan dukungan kepada Zulkifli yang kemudian digongi dengan munculnya Hidayat Nurwahid yan juga lantang berkampanye.
Kalau boleh dipetakan, Mega dengan PDIP, nasionalis, marhaenis dan wong cilik-nya mendukung Oedin, Gus Dur dengan PKB, NU, kyai, santri dan kaum abangan tradisional berkampanye untuk Alzier, sementara Nurwahid yang sampai hari ini masih bercitra sebagai Presiden PKS berkampanye untuk nama Zulkifli. Serta tak lupa ada satu fenomena yang patut dicatat dengan masifnya gerakan yang digalang Imelda Alzier lewat bendera Sekarsewu yang tak lelah keliling ke pelosok kampung menggalang amal dan (yang terpenting) tak pernah terlepas dari ekspos dan publikasi yang lihai.
Rumus terakhir tentu saja daya jangkau, kecerdasan dan mulusnya mesin politik serta amunisi kampanye alias duit. Untuk yang satu ini, secara kuantitatif nama Alzier ada di posisi teratas. Tapi jangan langsung menganggap bahwa Alzier adalah yang paling menang soal duit. Faktor duit adalah faktor yang berada di ranah abu-abu. Coba tanya ke 7,4 juta penduduk Lampung soal kekayaan. Sulit untuk mendapatkan klasemen pasti siapa yang terkaya. Uang terhitung dengan uang tercitra memang dua hal yang sangat-sangat berbeda.
Contoh, walau mungkin Oedin berada satu lapis di bawah Thomas Riska misalnya, sulit untuk mencari kesepahaman bahwa Thomas lebih kaya dari Oedin. Atau bahkan antara Oedin dengan Alzier sekalipun. Kesimpulannya, semua tokoh yang berani bercita-cita menjadi kepala daerah di Lampung ini adalah orang-orang kaya semua. Established, istilahnya Alzier saat debat kandidat kemarin.
***
Dari berbagai rumus yang ada tadi, nampaknya posisi dua besar ada di nama Oedin dan Alzier. Memang bukan sebuah simpulan yang rigid, tetapi Oedin dan Alzier mampu dengan jitu mencitrakan diri sebagai pemenang di parameter-parameter tadi.
Akan halnya nama Zulkifli jangan dikesampingkan begitu saja. Gotong-royong PAN-PKS sempat terbukti di daerah lain. Selain itu, figur Zulkifli yang sangat luwes, easy going dan sangat santun dalam bersikap terhadap calon-calon lain adalah nilai plus yang sangat berpengaruh. Boleh jadi hanya Zul seorang yang sempat, mampu dan mau bermesraan dengan kesemua kompetitornya. Baik dalam kapasitasnya saat menjadi Bupati Lamsel ataupun saat sudah definitif menjadi calon gubernur. Jika teori floating mass itu berlaku di Pilgub Lampung, Zul adalah figur yang paling berpeluang besar untuk meraih keuntungan.
Dan tak lupa, dengan regulasi yang memungkinkan pilgub berlangsung dua putaran, sulit untuk mengharapkan pilgub hari ini tuntas dalam sekali coblos. 30% adalah angka yang relatif besar bagi kesemua calon. Walau peluang itu masih terbuka, tetapi dua putaran nampaknya masih yang paling logis. Berharap satu putaran memang sangat-sangat baik dan cukup ideal, tetapi dua putaran pun bukan opsi yang amat-sangat buruk. Menarik jika putaran kedua terealisasi. Komposisi siapa lawan siapa akan sangat berpengaruh karena tarung sudah sampai ke final. Hitung-hitungan baru dengan paramater dan faktor baru perlu diulas lagi.
Jadi, pagi ini kita perlu menyoblos untuk merealisasikan hitung-hitungan tadi. Tabik pun..
*) tulisan ini dimuat di Harian LAMPUNG EKSPRES plus edisi 3 September 2008
Puisi Baur
Dia adalah keajaiban yang nyata senyata-nyatanya
Matanya bulat besar berkilau laksana berlian
Pipinya halus lebih halus dari gumpalan awan di Hargo Dumilah sekalipun
Suaranya yang halus, mengelus kelelahan seperti angin menyapu embun
Lebat rambutnya seperti cahaya matahari
Dia biji mataku..
Andai ada tawaran tukar dengan separuh dunia-separuh surga, tampik mentah-mentah pasti langsung kuangsurkan tanpa berpikir
Dia biji mataku
Alisnya yang halus menyambung
Senyumnya seperti separuh dunia-separuh surga seharga receh dan dia segumpal emas
Dia biji mataku
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Sarjana
Siang itu, via telepon, dia bilang ibu itu monyet
Muntab.., ibu itu bilang dia beruk.
“Nggak sekolah kok ngaku-ngaku sarjana..!!”
Monyet dan beruk memang nyata adanya
Tapi hari ini dia sarjana, setengah haji pula..
Siapa monyet dan siapa pula beruknya?
Kalau aku, mau jadi sarjana tak kurang-kurang. Dari Pak Dekan sampai Ibu Kantin, dari Ketua BEM sampai anak angkatan teranyar kenal aku sebagai mahasiswa..
Mahasiswa bengal yang butuh sedekade untuk sekedar lulus sekedarnya
Mahasiswa goblok..? Mungkin.., he he he..
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Hipokrit
Aku sejatinya mencoba asing dengan makna kata itu
Menguntai senyum memang wajib hukumnya, nilainya setingkat ibadah
Tapi..,
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = = =
Sarjana (2)
Di Nuansa, kawanku bilang ada yang lima gelar walau satu masih kandidat malah sok bangga
“Tak etis,” kata dia
Kita tahu, jutaan anak bangsa ini bermimpi jadi sarjana
Satu sarjana doeloe sempat menulis, “Andai Aku Orang Belanda..”
Taman Siswa-nya jadi monumen, tapi sekolahnya di sini cuma kelas semenjana
Di tempat si kandidat itu juga dibangun sekolah megah untuk mencetak sarjana. Coba kalau aku yang jadi di sana..
Barangkali aku sendiri tidak mampu..
Menghina memang gampang, tapi kegamangan kadang memang harus dilontarkan
Kalau tidak.., diam saja? Teriak saja?
Membayangkan semua warga senegara ini jadi sarjana, boleh jadi sama absurdnya membayangkan kalau besok bisa jadi kiamat
Ah.., aku juga sarjana. Dan aku sama gobloknya dengan semua orang.
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Metamorfosis-kah?
Apakah aku yang berubah atau mata mereka yang mulai jèrèng?
Cinta yang kumiliki masih sama megah dengan sepuluh-lima belas tahun yang lalu
Mata ini masih berair otomatis kalau keanggunan bangsa menyemut-mengolosal di depan mata
Tak berubah sudut dada ini yang menyesak kalau menyaksikan kebodohan dan kebrutalan para pengelola
Tapi banyak dari mereka yang sok tahu dan bilang aku berubah..
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Uang..
Dia bilang, “Uang tak pernah netral. Uang selalu penting dan berkepentingan..”
Dia bilang, “Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang..”
Dia bilang, “Money can’t buy me love..”
Dia bilang, “Uang bikin mabuk kepayang..”
Aku tak bohong saat bilang, “Aku suka uang..!!”
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Ayo Berhemat
Aneh.., aku bilang aneh..
Waktu listrik defisit, bukannya pengelola bangsa ini berpikir untuk menjamin asupannya, kita diimbau berhemat
Kurang hemat apa lagi kita ini..
Tipi nggak kebeli.., VCD apalagi
Komputer kami buta kiyu, AC ampun-ampun mahalnya
Kami janji berhemat..!!
Tak pakai AC, tak mau pakai komputer
Susah dan kesusahan adalah makna negara ini semenjak dulu. Kami bangsa terjajah, entah oleh mata biru atau mata hijau
Ladalah.., aguuyy.., BBM malah naik pula..
Berhemat..? Bahhh.., loe ngelawak bos..?
Bandarlampung, Mei 2008
= = = = = = = = = = =
Dewa dari Leuwinanggung
Dewa ini tinggal di sebuah rumah besar. Tanahnya 6.000 meter persegi. Bagian terbesar dipakai untuk sebuah toko, pendopo, sebuah panggung terbuka, maupun kantor organisasi para penggemar si dewa bernama Oi.
Kediaman pribadi dewa ini dilengkapi studio musik, garasi mobil (termasuk bus), rumah tinggal, serta kebun dengan rumput tercukur rapi

kelanjutan artikel lengkapnya Klik di sini yah..
Bersyukur Itu Nikmat
Aku tak selalu mendapatkan apa yang kusukai oleh karena itu aku selalu menyukai apapun yang aku dapatkan.
Kata-kata di atas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia.
Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.
Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki.
Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi anda masih merasa kurang. Pikiran anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang lebih besar dan indah, mobil yang lebih mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang.
Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi.
Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "KAYA" dalam arti yang sesungguhnya.
Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang kaya. Orang yang kaya bukanlah orang yang memiliki banyak hal tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.
Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki.
Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan dan orang-orang di sekitar Anda.. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.
Seorang pengarang pernah mengatakan,
''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.''
Ini perwujudan rasa syukur.
Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.
Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingk an diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.
Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya.
Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya. Saya menjadi gemar gonta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya.
Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.
Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.
Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa.
Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, ''Lulu, Lulu.''
Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, ''Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.''
Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuni lain itu terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu, Lulu''. ''
Orang ini juga punya masalah dengan Lulu? '' tanyanya keheranan.
Dokter kemudian menjawab, '' Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.''
Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi.
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab,
''Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga.''
Bersyukurlah !
Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala sesuatu yang kamu inginkan. Seandainya sudah, apalagi yang harus diinginkan?
Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu. Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar.
Bersyukurlah untuk masa-masa sulit. Di masa itulah kamu tumbuh...
Bersyukurlah untuk keterbatasanmu. Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang.
Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru. Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu.
Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat. Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga.
Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih. Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan.
Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal baik...
Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga bersyukur akan masa surut...
Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif ...
Temukan cara bersyukur akan masalah-masalahmu dan semua itu akan menjadi berkat bagimu ...
*) dikutip dari emailnya Kangmas Sigit M-55
puisi cinta jaman kuliah dulu
aku, kamu, menjadi kita
untuk sahabat yang menjadi keluarga dan keluarga yang menjadi sahabat
***
menjadi kita, itu yang aku inginkan untuk terjadi antara aku dan kamu...
lantas sejenak kita, sekali lagi kita, bisa saling diam, ber-PANDA-ngan dan saling meyelami segenap kesadaran, bahwa ada yang diam-diam menyelimuti hati dan hangat untuk berdesah
kalau aku terlihat untuk jadi jelmaan kebimbangan, karena kamu pun bukan suatu kepastian...
sejuta kesunyian adalah sesap yang masuk ke setiap inchi tubuh, dan biarkan saja itu mengalir, biarkan saja...
kesemuan ini jangan terpancing untuk rusak dan terhancurkan,
di saat ini kerapuhan yang manja masih menggayut di dalam sini, dan aku belum berdaya...
masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, serak rumput di halaman yang harus tercerabut dan ketika kesiapan itu hadir, hamparan hijau akan jadi tempat untuk berbaring, semoga...
***
duniaku kejam dan sunyi menggigit dagingku sedikit-sedikit dengan terus menyisakan sedikit nafas untuk terus sadar dan merasa sakit..
hausku akan kamu membelenggu semua kreativitas yang seharusnya membanjir di segenap kelebat karyaku tetapi aku malah memilih digigit sedikit-sedikit..
aku mulai menikmati rasa sakitnya..
naif aku sejenak berkhayal bahwa kalau kamu mau temani aku..
sejuta khayalan itu seperti menggambarkan keagungan karyaku bersama kamu dan mulai menikmati lagi kesombongan-kesombongan yang aku harapkan dan sepertinya aku masih merasakan kesombongan itu..
tapi yang jelas, sekarang aku masih berkubang di kotoran hati yang bercampur daging hancur dengan berteriak-teriak goblok sambil terus meneteskan darah-darah yang anehnya tidak membuat aku semakin sadar..
aku belum mati..
***
aku tak pernah peduli dengan apa yang kamu tak punya karena aku memuja yang kamu punya.. aku tak pernah peduli dengan apa yang tak kamu pakai karena aku memuja yang kamu pakai..
aku tak pernah peduli dengan apa yang tak kamu pikir karena aku memuja pikirmu..
dan aku jadi tak peduli dengan yang lain lagi karena aku memujamu..
***
buat perempuan, yang bukan perempuanku..
aku bingung buat sekedar memulai catatan yang mungkin setelah ini aku langsung lupa, tak pernah lagi terbaca atau kalau kamu sampai membaca ini berarti aku sedang cukup gila untuk memberikan ini ke kamu..
aku tak pernah berani untuk menyampaikan perasan, mungkin aku terlalu takut menerima sebongkah penolakan biar cuma yang tersirat, dianggap aneh atawa apapun,aku terlalu takut..
kamu beberapa hari ini bikin aku gila.., aku mulai ngerasaain perasaan itu lagi.. lagi..
***
buat perempuan yang bukan perempuanku
menarilah kamu dengan segenap hasrat yang terselubung walaupun bukan untukku, dimana aku rela jadi penonton yang terangsang tanpa penyaluran
sedih ini bakal jadi kelam yang memeluk hadirkan ketenangan dimana resiko bukan jadi aral yang harus dipikirkan, aku cuma berkhayal karena memandang tanpa menyentuh tak bisa menyakiti apalagi membahagiakan kamu
dalam kepengecutan yang buram ditutupi oleh keengganan kita, aku cuma menari sendirian memeluk hadirmu lewat sejumput imaji dan sedetak harapan untuk diperhatikan tetapi aku cuma memandang tidak menyentuh..
kamu ada dimana pun aku tak tahu dan belum berani untuk memaksa tahu, sementara aku yakin terus terjerembab disini yang penting aku tidak perlu menyentuhmu, aku harap kamu tidak keberatan..
***
kenapa pilihan selalu ada banyak dan membingungkan, buat aku, buat kamu, buat semua, selalu bilang selalu apa pilihan
***
mengangsurkan sesuatu yang sampai detik ini masih aku pegang berdasar gengsi dan arogansi pribadi yang konyolnya kupendam dalam-dalam buat diri aku sendiri berkait dengan sesuatu yang berhubungan dengan pola hubungan -asmara- atau dalam bahasa orang lain yang sarkas mungkin menyebutku sebagai pemimpi, pengkhayal, pengecut, goblok dan tak mau berjuang atas nama cinta (ha.. ha..)
tapi aku yakin kalau perjuangan cinta a la sinema novel romansa itu cuma dramatisasi dari keinginan sineas-sineas keparat yang tak mampu melakukannya dalam kehidupan nyata atau kalau mereka coba bikin itu di dunianya maka semua akhirnya sadar kalau dunia nyata itu sesuatu yang unpredictable dan kita bukan sutradara di situ jadi harus ada kekecewaan waktu sesuatu tak berjalan sebagaimana yang kita mau..
jogja, 2003
Anakku Lahir Laki-laki

Cerpen Satir
Kundar tak Lagi Doyan Mangga
Di pekan sebelumnya.
“Adakah dunia ini semuanya menjauhi aku..!?” teriak Pak Kakam menjerit-jerit nyaris histeris.
Hari itu, banyak selebaran di pelosok kampung menuliskan dia sebagai, “Kakam Goblok..!! Kakam Goblok..!! Kakam Goblok..!!”
Tak tanggung-tanggung, dari yang berbahasa barbar sampai dengan yang meminjam komentar Ustadzah TPA ujung kampung. Wuih.., banyak sekali yang menyebutnya, “Kakam Goblok..!!”
“Ini pasti tunggangan Treka, calon Kakam yang batal dilantik di pilih-pilih kakam kemarin..” sengitnya.
Kurang apa sih Kakam baru ini..?
Namanya Jenderal Kundar, badannya tegap berbahu kukuh. Keningnya kuning dengan hidung mencorong laksana jambu ranum. Pembawaannya pun berwibawa. Belum lagi kisah mentereng saat muda dahulu. Cerdas sudah tentu bukan goblok.
Sebetulnya, figur ideal seorang Kakam ada semua tanpa kurang yang terlalu signifikan.
Seorang petani duduk takzim di depan meja Kakam. “Yang kurang dari Baginda, cuma satu..” ujar Djemak, petani yang nyaris separuh abad saling mengenal dengan Kakam yang Agung itu.
Tapinya, lanjutan kalimat hanya mengambang yang berakhir dengan timpal gelegak tawa renyah si Kundar.
“Cuma satu.., yaitu....” menggantung lagi ucapan Djemak.
“Alah.., sudahlah.., siapa sih yang tak punya kelemahan. Hidup tanpa tantangan membuat kehidupan datar dan pengharapan jadi tumpul. Kerjapun jadi semau hati,” ulas bijak Kakam sambil ditepuk-tepuknya gengam telapak Djemak dan tersenyum lebar.
“Bagus.., bagus..!! Kalau yang ini jelaslah kelebihan Baginda Kundar. Masih mampu tersenyum saat hidup sedemikian pelik, walau derita dan serangan terus menerpa.”
“Aih, aih.., jangankan masalah Kampung, masalah dunia saja dulu mampu aku urai. Begini saja kok keder..? Apa pula kata dunia,” tukasnya percaya diri menerawang saat mudanya dan perkasa menjadi punggawa kerajaan. Menggiring kuda, menenteng gada, mengguncangkan Raja sendiri.
“Ayo kita berjalan sejenak,” ajak Kundar.
Ternyata jalannya menjadi kunjungan Kundar ke tempat Djemak doyan bersemedi. Sebuah tempat di pinggiran kampung yang sulit dibilang mewah. Rupanya, hanya sebuah pohon Mangga.
“Aih, aih, kurus sekali pohon Mangga ini,” celetuk Kundar takzim.
“Tidaklah apa-apa Baginda. Tapi Mangganya cukup mengenyangkan kami sekeluarga setiap hari,” Djemak menukas tak kalah takzim.
Diskusi panjang di bawah pohon Mangga memang menyenangkan juga.
“Boleh juga lah.., ketimbang di Pohon Labu seberang jalan. Di sana Treka doyan mengupas labu dan merebusnya untuk dijadikan kolak. Aku tak akan makan labu lagi. Tapi.., mungkin nanti-nanti aku akan beli labu lagi, tapi nanti saja lah..,” Kundar berdiang di bawah pohon Mangga.
Mangga dikupas sedemikian cantik. Potong nenas, potong lurus. Mangga memang enak. “Sangat enak.., sepet sekali-sekali tapi pasti mangga inilah yang paling enak..!!”
Jadilah, Kundar sangat doyan mangga. Setiap hari minta diantar 100 mangga jadi agendanya.
Kundar merenung sejenak. Hidup memang menyenangkan. Atau tidak menyenangkan?
“Alah.., sama saja. Yang penting masih hidup,” celetuknya ringan.
“Ha ha ha..,” semua ganda tertawa.
***
Sepekan yang sangat pelik. Membangun benteng dengan menumpuk satu demi satu batu, menggandeng sekondan yang patut dan dibutuhkan, melawan segala tantangan dengan bahu semakin kukuh, kening semakin kuning dan hidung merona semakin bertambah mengkilat seperti jambu ranum.
“Aku bekerja keras 32 jam sehari tujuannya cuma satu. Hidup hanya sekali, kejayaan adalah kilat yang tak habis dilekang jaman. Semua aku pertaruhkan. Tangan ini untuk kampung, kaki ini untuk kampung, kepala ini untuk kampung. Boleh tanya ke seluruh dunia. Kerabatku berbisnis jauh di kampung seberang. Menanam jagung bukan menggali tanah di sini. Bukan untuk apa-apa. Biar tak ada curiga. Biar tak ada dusta di antara kita..!!”
Tak lupa diselipkan pemotivasi diri. “Kalau kamu-kamu tidak percaya. Aku akan iris sebelah telinga kalau nanti Aku berdusta..!!”
Hulubalang dan Patih si Kundar dengan gesit membagi-bagi mangga.
“Mangga yang paling enak..!!”
Gemuruh keplok-tangan menggema. Pendopo kampung di sebelah ujung TPA dan musholla menjadi perlambang keindahan sebuah retorika.
“Kalau untuk pidato dia jagonya..” bisik Landus, seorang warga yang cukup istimewa boleh duduk di dalam pendopo.
“Kamu saja yang tak punya mata..!! Sebegitu tulus ungkap-hatinya, sebegitu gigih determinasinya, lihat kampung kita hari ini..!!” sergah Jamri, warga lain yang dikenal doyan duduk-duduk ngopi di beranda rumah Pak Kakam.
“Iya kah..? Nampaknya aku harus merubah isi dan pendapat pribadi. Kita berjuang semata untuk kemajuan yang sama kan. Beda belahan rambut dan kelimis safari bukan penghalang. Jangan sampai kita dijebak situasi yang tidak perlu ini dan kita tak akan pernah bisa maju. Aku sadar sekarang..!!” loncat Masdan yang kemarin kebanyakan tidur dan latah ikut-ikutan menempel selebaran “Kakam Goblok..!!”.
Treka yang sedang ngaso di balai-balai rumahnya hanya tersenyum simpul.
“Sudahlah.., sudahlah..!!” demikian Treka.
Bisikan halus mengalir di telinganya dan Treka tiba-tiba bangkit berdiri tegak.
“Sudahlah.., sudahlah..!!” sembari mengerling genit pada Kundar.
Kundar nampak menjaga wibawa. Angguk ringan diayun dan dia semakin riuh melontarkan buih pidato yang bertambah terus semakin indah.
Imbas pidato yang dilakukan sepenuh raga itu mengagumkan. Bicara berbuih dengan leher tegang dan urat kening mengeras. Kucur peluh halus membasahi kening kuning dan kilau bahu yang kukuh memang manampakkan bahwa dia adalah pemimpin yang mumpuni.
Satu-satu warga takzim berdiri. Berkeliling membawa upeti. Kening direkatkan ke punggung tangan Si Kundar, berjajar menunjukkan hormat.
“Kami semua percaya..!!”
Akhirnya, episode pekan itu berakhir menyenangkan. Dunia berbunga, hidup merona dan Si Kundar semakin gemuk bercahaya. Gembil pipi semakin mendadu dan tangannya berkilat melontarkan gemintang Raja Midas.
“Kita adalah emas. Semua adalah emas. Dan yang pasti, aku adalah emas..!!”
Waktu adalah raja sesungguhnya. Tuhan menciptakan waktu untuk menjamin perputaran dan kenyataan. Tak ada yang bisa berbohong pada Sang Waktu. Diam sejenak, tertinggal, berpikir merasa cepat, tahu-tahu waktu sudah berjalan.
Kampung sedikit berbinar. Sayangnya sedikit berbinar mencerminkan kekurangan waktu. Patih dan Hulubalang-hulubalang boleh datang silih-berganti. Kurang mantap Si Tambi, diganti Si Bulai. Kurang sip Si Pustu boleh juga diganti Si Wasra.
Si Kundar doyan sekali keliling kampung. Kadang malah sampai mencarter delman supaya bisa meluaskan wawasan sampai ke kampung jauh. Kalau dirasa kurang besar. Dipinjamnya Delman Raja milik tauke tetangga.
“Bayar sedikit mahal pun tidak apa-apa. Yang penting tujuannya mulia,” katanya.
***
Bahkan, Treka pun berjalan seperti angin lalu. Berhembus menyejukkan walau memang kadang-kadang meletupkan buih sedikit.
Maklumlah, soal berbuih panas Treka memang jagonya. Tak kalah jago dengan Si Kundar yang selalu mantap berkening kuning.
Tapi Treka bukan anak kemarin sore. Waktu kemarin sore pun dia sudah perkasa. Dia mentereng, bapak mentereng. Permaisuri anggun berjejer dan anak tampan yang tak banyak bicara tapi tiba-tiba sudah ada di ujung kampung sebelah ufuk menjalin kasih merenda posisi.
Diam-diam Treka semakin menguat dan mencoba merapat.
“Kiay Djemak, aku mau beli mangga,” demikian Treka.
“Bayaranmu kurang..!!!”
“Kurang apa..?”
“Kurang ajar..!!!”
“Aih Kakang Djemak kok begitu..?”
“Kamu kurang ajar..!! Kurang ajar..!! Kurang ajar..!!”
***
Si Kundar semakin menjadi figur ideal. Badannya semakin tegap berbahu bertambah kukuh. Keningnya mengkilat kuning dengan hidung mencorong indah laksana jambu ranum. Pembawaannya pun menegaskan bahwa Si Kundar berwibawa
Tak pelak, siapa lagi yang paling pantas jadi kakam berikutnya kecuali si Kundar.
“Katanya aku yang paling pantas yah..?” tanya Kundar dalam diskusi ringan berteman kopi-singkong di beranda rumahnya.
Di sekelilingnya sekarang tak lagi hanya si Djemak dan Jamri. Tapi Landus, Masdan dan sesiapa yang dulu doyan mencuci kaki di bilik milik Treka. Dunia menjadi seragam. Indah nian dan menyenangkan.
Semua mengangguk-angguk yakin. Meyakinkah hati meyakinkan diri. Tak ada kata lain yang dilontarkan. Selisip pijat di ujung telunjuk Kundar membuat keyakinan semakin menggunung.
“Aku adalah emas dan kita adalah emas, semua adalah emas..!!”
“Lha.., sekarang kok yang duluan emas malah si-Aku-nya..?”
“Ha ha ha.., ha ha ha.., pokoknya jadi emas, emas, emas..!!”
Si Kundar mantap tegak berdiri. Djemak duduk terus susut di belakang. Saat Kundar merepih kemenangan dan berkedip, Djemak pulang ke pohon Mangga.
****
Di pekan ini.
Patih dan hulubalang-hulubalang Si Kundar adalah kuli gajian. Gengsi dicapai lewat posisi. Jangan sampai posisi rusak, jangan sampai debu di kolong karpet terlihat mata Si Kundar apalagi terinjak.
“Ini debu siapa..!!?” marah Kundar saat mengetahui karpet di kantornya jadi sarang debu.
Belum usai gemanya berbicara keras. Seorang anak kecil berlari kencang dan menarik keras-keras karpet kantor.
“Hahh..!! Tak hanya debu tapi banyak kecoak dan tikus..!!” jerit Si Balu, anak yang enggan bertanya-tanya dulu sebelum menarik karpet kantor nan megah itu.
“Ini tikus siapa..!!? Ini kecoak siapa..!!?” Kundar histeris.
Hulubalang dan Patih terlonjak dari kursi dan berteriak dengan perut dikempis dan dada dibusung.
“Yang salah si anak kecil tadi Baginda Kundar..!! Ayo kita jewer saja kupingnya..!! Kalau dia tidak tarik-tarik karpet, tak ada yang tahu kita punya tikus dan kecoak-kecoak,” teriak Hulubalang dan Patih seragam.
Si Balu melesat melenggang pergi.
Kundar tiba-tiba bangkit dan mengambil cemeti. Dikejarnya si Balu yang ternyata asyik duduk di bawah pohon Mangga tempatnya berdiskusi dulu dengan Djemak.
“Oho.., kamu di sini yah. Kamu tidak tahu siapa aku. Kamu anak goblok.., anak goblok.., anak goblok..!!”
“Aku cuma satu goblok Baginda. Bukan tiga goblok..!!” kerenyit bocah Balu sambil terus memegang sisa ujung karpet yang tadi ditariknya.
“Pokoknya kamu goblok..!!”
“Tapi 100 mangga bukan tiga ratus, goblok..!!”
Geletar cemeti diayunkan dan teriaknya keras-keras. “Kamu goblok..!!”
Sang Patih berdiri takzim di sebelah Kundar dan berkata, “Kita tidak usah makan Mangga lagi Baginda. Labu lebih enak. Bahkan, jeruk di seberang jalan satunya sekarang ada macam-macam. Ada jeruk madu, ada jeruk matahari. Ada jeruk manis ada jeruk sepat yang tak kalah enak..!!”
“Kundar tak makan mangga lagi..!!!” teriak Patih dan hulubalang.
Kundar pun ikut mengangguk.
“Lagian.., pohon Mangganya memang kurus kok.. Kita tunggu tanggal matinya saja..!!” analisis Hulubalang di seling seringai licik dan Si Kundar terus mengangguk-angguk.
Hari ini, Djemak mendadak berkedip dalam semedinya dan berkata, “Aih, aih.. Kekurangan Si Kundar, yah memang yang satu itu..!!” menghela nafas dan kembali bersemedi. (**)
(Bandarlampung, 14 Juli 2007)
Tenzing Norgay dan Everest

Tenzing Norgay
Tenzing Norgay adalah nama orang, mungkin buat kebanyakan dari kita akan mengatakan nama yang aneh..
Dari negara mana nama tersebut berasal? Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar namanya - mungkin juga belum.
Bagaimana kalau disebutkan nama Sir Edmund Hillary
Yap..!! Kalau yang ini sih pasti sering dengar atau pernah baca biografinya atau pernah mendapatkan kisah hidupnya dalam sebuah artikel atau sewaktu mengikuti seminar.
Ya, Sir Edmund Hillary adalah orang pertama di dunia yang berhasil mencapai puncak gunung tertinggi dunia Puncak Gunung Everest.
Tetapi saat ini bukan Sir Edmund Hillary yang akan kita bahas, tetapi Tenzing Norgay.
Tenzing Norgay seorang penduduk asli Nepal yang bertugas sebagai pemandu bagi para pendaki gunung yang berniat untuk mendaki gunung Everest.
Tenzing Norgay menjadi pemandu (orang nepal menyebutnya Sherpa) bagi Sir Edmund Hillary.
Pada tanggal 29 Mei 1953 jam 11.30, Tenzing Norgay bersama dengan Sir Edmund Hillary berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi Everest pada ketinggian 29,028 kaki diatas permukaan laut dan menjadi orang pertama didunia yang kemudian menjadi inspirasi dan penyemangat bagi ratusan pendaki berikutnya untuk mengikuti prestasi mereka.
Pada rentang waktu tahun 1920 sampai dengan tahun 1952, tujuh tim ekspedisi yang berusaha penaklukkan Everest mengalami kegagalan. Keberhasilan Sir Edmund Hillary pada saat itu sangat fenomenal mengingat baru berakhirnya Perang Dunia II dan menjadi semacam inspirator untuk mengembalikan kepercayaan diri bagi seluruh bangsa di dunia.
Karena keberhasilannya, Sir Edmund Hillary mendapatkan gelar kebangsawanan dari Ratu Inggris yang baru saja dilantik saat itu Ratu Elizabeth II dan menjadi orang yang paling dikenal di seluruh dunia.
Tetapi di balik keberhasilan itu Tenzing Norgay memiliki peran yang sangat besar, mengapa Tenzing Norgay tidak menjadi terkenal dan mendapatkan semua yang didapatkan oleh Sir Edmund Hillary padahal ia adalah sang pemandu yang membantu dan mengantarkannya mencapai Pucuk Mount Everest?
Seharusnya bisa saja ia lah orang pertama yang menginjakkan kaki di puncak Mount Everest bukan Sir Edmund Hillary.
Sesaat setelah Sir Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay kembali dari puncak Mount Everest, hampir semua reporter dunia berebut mewawancarai Sir Edmund Hillary, dan hanya ada satu reporter yang mewawancarai Tenzing Norgay, berikut cuplikannya:
Reporter : Bagaimana perasaan Anda dengan keberhasilan menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia?
Tenzing Norgay : Sangat senang sekali
Reporter : Andakan seorang Sherpa (pemandu) bagi Edmund Hillary, tentunya posisi Anda berada di depan dia, bukankah seharusnya Anda yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak Mount Everest?
Tenzing Norgay : Ya, benar sekali, pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya persilakan dia (Edmund Hillary) untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama di dunia yang berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi di dunia.
Reporter : Mengapa Anda lakukan itu?
Tenzing Norgay : Karena itulah IMPIAN Edmund Hillary, bukan impian saya.....impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih IMPIAN nya.
Ya, itulah sekelumit kisah tentang seorang pemandu pendaki bernama Tenzing Norgay. Ia tidak menjadi serakah, ataupun iri dengan keberhasilan, nama besar dan semua penghargaan yang diperoleh Sir Edmund Hillary.
Ia cukup bangga dapat membantu orang lain mencapai & mewujudkan IMPIAN nya. Dalam kehidupan sehari-hari atau dalam dunia kerja kita secara pribadi terbiasa atau terkondisikan untuk fokus kepada diri kita sendiri, siapa yang mendapat nama, apa yang kita dapatkan, bonus, penghargaan, insentif dan sebagainya.
Sebagai renungan, "Bisakah kita menjadi seperti Tenzing Norgay?"
Sebenarnya bukan Bisa atau Tidak, tapi MAU atau TIDAK..
dikutip dari eaglesspirit.blogspot.com
Simpati buat Bang Aca
Konspirasi Bodoh nan Keji
Dua hari silam di Rapat Paripurna yang dihadiri 46 anggota DPRD Lampung, lewat voting, menelurkan nama Oyos Saroso dan Edi Rifai menjadi Tim Seleksi Anggota KPUD Lampung.
Dari bisik-bisik teman-teman wartawan yang mangkal di Dewan, hasilan ini menunjukkan ‘kemenangan’ dari Golkar dan PKS. Golkar yang membesut Edi Rifai dalam kategori Akademisi dan PKS yang mengusung Oyos Saroso. Cacah vote-nya pun mantap, Edi meraup 27 suara, Oyos mendulang 28 mata pilih.
Ada pemenang pastinya ada pecundang. Calon-calon besutan PDIP, PKB dan PPP mengekor di belakang mereka. Nama Ari Darmastuti dan Armen Yasir hanya mampu mendulang 19 dan 17 suara saja.
Galib memang dalam proses pilih-pilih ada yang kalah dan ada yang memenang.
Tapi dalam rilis berita kemarin, Hi Ardiansyah SH sontak menunjukkan ke-mangkel-annya. Bos besar di Radar Lampung Grup itu memang namanya sempat diusung oleh PAN dan Demokrat. Tapi lacur, namanya cuma numpang dinampangkan saja tanpa ada sebiji suara pun yang menyebut namanya.
Naif memang jika membandingkan nama Oyos Saroso dengan Ardiansyah. Tapi faktanya memang Oyos dan Bang Aca – sapaan dia, sama-sama ditarungkan di klasifikasi Praktisi dan Oyos yang punya 28 pemilih dan Ardiansyah cuma dapat nol sahaja.
Secara kapabilitas dan integritas pun konyol jika dibanding-bandingkan saat ini dalam konteks menyeleksi anggota KPUD itu. Tapi kegeraman Ardiansyah yang namanya cuma dijadikan pemboros tinta berlembar-lembar administrasi juga perlu dimenungkan.
Waktu pertama namanya disebut-sebut di koran, saya belum langsung nge-tune untuk memahami bahwa itu namanya Bang Aca. Maklum, nama Ardiansyah boleh jadi tak hanya milik Direkturnya Radar Grup itu seorang.
Dan sepanjang pengakraban saya dengan beliau, Ardiansyah bukan seorang yang cukup bodoh untuk bermanuver konyol macam begitu untuk sekedar mencari popularitas atau jabatan publik.
Lain dari itu, sebelumnya sama sekali tak ada ‘situasi pra-kondisi’ baik di berita-berita koran-koran Radar Grup atau cawi-cawi dari Ardiansyah soal wacana dia mau atau berkeinginan masuk dalam bursa Tim Penyeleksi KPUD.
Mungkin memang PAN dan Demokrat sempat menelepon atau sekedar sounding dengan dia, tapi – tegas-tegas menurut Ardiansyah – inisiatif berasal dari parpol. Ketua DPW PAN, Abdullah Fadri Auly, malah sempat ngeles dengan menyebut-nyebut Ardiansyah sedang berangkat ke Tanah Suci sebagai pardon untuk kejadian konyol itu.
Rekan saya yang mangkal di DPRD malah menyebut bahwa lobi-lobi dilakukan selayak ABG yang sedang main curang di THB. Kopelan-kopelan kertas kepek-an dibagikan dengan teraan nama yang kudu dipilih.
Dalam kondisi seperti itu, seorang Ardiansyah yang mungkin sebelumnya sedang asyik duduk-duduk mencecap teh manis bareng kudapan di ruangannya di lantas teratas Graha Pena itu tau-tau tertohok keras karena – mungkin – beberapa orang ada yang menganggapnya sebagai figur ambisius yang tak punya kuku.
“Saya ini tau ada Seleksi Tim Penyeleksi KPUD saja baru waktu ditelepon Aab. Ini sangat terasa sebagai upaya pembusukan dan dilakukan oleh politisi-politisi yang tak paham etika dan moralitas,” cetusnya kepada penulis.
Bang Aca boleh jadi sangat nyeri hati. Mastermind ke-hegemoni-an Radar di Lampung itu merasa seperti kacang murahan karena di-kacangin begundal-begundal politik yang mempergunakan kementerengan reputasi seorang Bos Koran buat jadi pengatrol suhu Rapat Paripurna. Pengacak-acak konstelasi, tulisnya dalam sebuah tulisan penuh kenyerian hati di salah satu koran besutannya.
Aktor-aktor panggung politik dalam babak drama Seleksi Penyeleksi KPUD itu boleh jadi memang aktor-aktor politik reguler dan kawakan di gedung milik rakyat itu. Ardiansyah memang punya segala hak untuk mangkel. Lha wong lagi didapuk KPUD Tanggamus untuk jadi panelis debat antar-kandidat balonbup-balonwabup Tanggamus malah namanya jauh-jauh ‘dilempar ke Tanah Suci’ dan 12 orang dalam 2 fraksi menjadi sebuah contoh bahwa setiap keputusan politik adalah hasil lobi-lobi yang konspiratif dan terkadang sangat keji. (*)