catatan – dolop –
aku, kamu, menjadi kita
untuk sahabat yang menjadi keluarga dan keluarga yang menjadi sahabat
***
menjadi kita, itu yang aku inginkan untuk terjadi antara aku dan kamu...
lantas sejenak kita, sekali lagi kita, bisa saling diam, ber-PANDA-ngan dan saling meyelami segenap kesadaran, bahwa ada yang diam-diam menyelimuti hati dan hangat untuk berdesah
kalau aku terlihat untuk jadi jelmaan kebimbangan, karena kamu pun bukan suatu kepastian...
sejuta kesunyian adalah sesap yang masuk ke setiap inchi tubuh, dan biarkan saja itu mengalir, biarkan saja...
kesemuan ini jangan terpancing untuk rusak dan terhancurkan,
di saat ini kerapuhan yang manja masih menggayut di dalam sini, dan aku belum berdaya...
masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, serak rumput di halaman yang harus tercerabut dan ketika kesiapan itu hadir, hamparan hijau akan jadi tempat untuk berbaring, semoga...
***
duniaku kejam dan sunyi menggigit dagingku sedikit-sedikit dengan terus menyisakan sedikit nafas untuk terus sadar dan merasa sakit..
hausku akan kamu membelenggu semua kreativitas yang seharusnya membanjir di segenap kelebat karyaku tetapi aku malah memilih digigit sedikit-sedikit..
aku mulai menikmati rasa sakitnya..
naif aku sejenak berkhayal bahwa kalau kamu mau temani aku..
sejuta khayalan itu seperti menggambarkan keagungan karyaku bersama kamu dan mulai menikmati lagi kesombongan-kesombongan yang aku harapkan dan sepertinya aku masih merasakan kesombongan itu..
tapi yang jelas, sekarang aku masih berkubang di kotoran hati yang bercampur daging hancur dengan berteriak-teriak goblok sambil terus meneteskan darah-darah yang anehnya tidak membuat aku semakin sadar..
aku belum mati..
***
aku tak pernah peduli dengan apa yang kamu tak punya karena aku memuja yang kamu punya.. aku tak pernah peduli dengan apa yang tak kamu pakai karena aku memuja yang kamu pakai..
aku tak pernah peduli dengan apa yang tak kamu pikir karena aku memuja pikirmu..
dan aku jadi tak peduli dengan yang lain lagi karena aku memujamu..
***
buat perempuan, yang bukan perempuanku..
aku bingung buat sekedar memulai catatan yang mungkin setelah ini aku langsung lupa, tak pernah lagi terbaca atau kalau kamu sampai membaca ini berarti aku sedang cukup gila untuk memberikan ini ke kamu..
aku tak pernah berani untuk menyampaikan perasan, mungkin aku terlalu takut menerima sebongkah penolakan biar cuma yang tersirat, dianggap aneh atawa apapun,aku terlalu takut..
kamu beberapa hari ini bikin aku gila.., aku mulai ngerasaain perasaan itu lagi.. lagi..
***
buat perempuan yang bukan perempuanku
menarilah kamu dengan segenap hasrat yang terselubung walaupun bukan untukku, dimana aku rela jadi penonton yang terangsang tanpa penyaluran
sedih ini bakal jadi kelam yang memeluk hadirkan ketenangan dimana resiko bukan jadi aral yang harus dipikirkan, aku cuma berkhayal karena memandang tanpa menyentuh tak bisa menyakiti apalagi membahagiakan kamu
dalam kepengecutan yang buram ditutupi oleh keengganan kita, aku cuma menari sendirian memeluk hadirmu lewat sejumput imaji dan sedetak harapan untuk diperhatikan tetapi aku cuma memandang tidak menyentuh..
kamu ada dimana pun aku tak tahu dan belum berani untuk memaksa tahu, sementara aku yakin terus terjerembab disini yang penting aku tidak perlu menyentuhmu, aku harap kamu tidak keberatan..
***
kenapa pilihan selalu ada banyak dan membingungkan, buat aku, buat kamu, buat semua, selalu bilang selalu apa pilihan
***
mengangsurkan sesuatu yang sampai detik ini masih aku pegang berdasar gengsi dan arogansi pribadi yang konyolnya kupendam dalam-dalam buat diri aku sendiri berkait dengan sesuatu yang berhubungan dengan pola hubungan -asmara- atau dalam bahasa orang lain yang sarkas mungkin menyebutku sebagai pemimpi, pengkhayal, pengecut, goblok dan tak mau berjuang atas nama cinta (ha.. ha..)
tapi aku yakin kalau perjuangan cinta a la sinema novel romansa itu cuma dramatisasi dari keinginan sineas-sineas keparat yang tak mampu melakukannya dalam kehidupan nyata atau kalau mereka coba bikin itu di dunianya maka semua akhirnya sadar kalau dunia nyata itu sesuatu yang unpredictable dan kita bukan sutradara di situ jadi harus ada kekecewaan waktu sesuatu tak berjalan sebagaimana yang kita mau..
jogja, 2003